Bola panas reshuffle kabinet kerja jilid 3 sejauh ini masih menjadi
bahan pembicaraan media-media. Reshuffle ini terbilang kontroversial di mata
masyarakat. Sebab
terdapat beberapa nama mentri yang sejauh ini dinilai masih mumpuni menjabat
sebagai mentri, terpaksa harus diganti menjadi nama lain yang sebelumnya bahkan
jarang didengar publik.
Salah
satunya ialah pertanyaan-pertanyaan mengenai alasan digantinya Mentri
Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies
Baswedan. Banyak
masyarakat melihat bahwa Anies
Baswedan adalah sosok yang masih pantas memegang jabatan
tersebut.
Pendiri
Gerakan Indonesia mengajar ini dinilai memiliki pengalaman baik dalam hal
pendidikan. Tak
hanya itu, Anies juga merupakan sosok yang banyak diharapkan masyarakat sebagai
pemimpin bangsa di masa depan. Maka
wajar-wajar saja apabila terdapat dugaan-dugaan di masyarakat bahwa
direshufflenya Anies, hanyalah siasat politik Jokowi semata untuk menumbangkan
Anies sebelum Pilpres.
Reshuffle
kabinet kerja jilid 3 seolah seperti permainan sepak bola panas yang
penggemarnya saling tindih, tuduh dan benci. Namun,
perbincangan tersebut sangat berbanding terbalik dengan
perbincangan-perbincangan di Desa Tulang, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan
Riau, tempat kuliah kerja nyata kebangsaan (KKNK) saya.
Bagi
mereka, tidak penting ada isu atau siasat apa dibelakang reshuffle mendikbud ini. Hal yang pasti adalah bahwa
mendikbud baru berarti harapan baru bagi masyarakat untuk memajukan pendidikan. Sejauh
ini, desa dengan 1400 kepala keluarga ini, masih jauh dibilang layak.
Di desa
ini hanya terdapat dua sekolah yaitu Sekolah Dasar (SD) dan sekolah menengah
pertama (SMP), itupun keduanya berdiri dalam satu atap dan kepala sekolah yang
sama. Tak
hanya itu, tenaga pengajar juga masih menjadi permasalahan tersendiri yang
masih belum terselesaikan.
Dari 25
guru, yakni SD 13 guru dan SMP 11 guru, dan keduanya pun hanya memiliki satu
kepala sekolah yang sama. Bahkan
dari mereka hanya 5 guru yang telah menjadi Pegawai Negri Sipil (PNS).
Akibatnya sistem pengajaran tidak dapat dimaksimalkan secara merata.
Hal yang
lebih meluluhkan hati, bahasa utama para pelajar baik SD dan SMP masih
menggunakan bahasa daerah desa, yakni bahasa Melayu Johor. Sehingga
permasalahan terjemah bahasa saat ujian nasional yang seharusnya tidak terjadi
lagi, di dua sekolah yang memiliki 143 pelajar ini masih selalu terjadi setiap
tahunnya.
Maka
dari itu, setelah dilantiknya, Muhadjir Efendy sebagai Mendikbud baru,
diharapkan agar dapat lebih memprioritaskan pendidikan di daerah perbatasan
ini. Ketimpangan
pendidikan antara desa dan kota harus segera diminimalisir. Khusus
sekolah di Desa Tulang ini, sarana prasarana hingga pemberdayaan dan kemakmuran
guru harus di optimalkan segera mungkin. Sehingga
para pelajar dapat mendapatkan ilmu dan pengetahuan yang lebih baik sebagaimana
yang dialami pelajar di perkotaan.
Komentar
Posting Komentar