Langsung ke konten utama

Postingan

MIMPI

Tuhan mimpiku terlalu tinggi dari kebanyakan orang umumnya, bagaiamana aku mencapainya, sementara realitasku, tempatku melangkah bahkan lebih rendah dibanding orang kebanyakan umumnya. Makan dan rokok untuk esok hari pun aku masih berpikir.

Kongres HMI Ambon, Kongresnya Generasi Milenial

Kesaktian Kongres HMI Betapapun besarnya Nurcholis Madjid, ia tetap lah kader HMI yang juga turut terlibat dalam beberapa kongres HMI. Bahkan, tanpa perhelatan kongres HMI, Cak Nur mungkin saja tidak akan segemilang sekarang. Cak Nur bisa disebut satu-satunya kader HMI yang namanya semakin tahun semakin memancar di Indonesia. Bayangkan, betapa saktinya kongres organisasi tua itu. Dikukuhkannya Cak Nur sebagai Ketua Umum PB HMI pada 1967 jadi peristiwa monumental karena tidak ada preseden dalam sejarahnya, HMI dipimpin oleh kader yang bukan berasal dari universitas sekuler, melainkan justru dari universitas Islam yang menguasai khazanah keilmuan Islam dan mewarisi tradisi politik Masyumi. Kongres selanjutnya, kongres HMI 1969 di Malang, Cak Nur justru harus berpulang bukan dengan ekspresi wajah bahagia karna terpilih kembali sebagai satu-satunya ketua umum HMI dua periode (1967-1969 dan 1969-1971), melainkan justru dengan perasaan sedih, sebab Cak Nur samasekali tidak menginginkan di

Sumpah dan Menyumpahi Pemuda

Sumpah Pemuda Portugis, Spanyol, Prancis, Inggris, dan Belanda, adalah musuh bebuyutan para pemuda Nusantara yang tak sudi negeri dan bangsanya direbut dan diinjak oleh orang-orang berkulit pucat itu. Para pemuda Nusantara terus bersalin rupa selama rentang lima abad itu. Sedari Mahapatih Gajah Mada, Pangeran Diponegoro, Umar Said Cokroaminoto, RMP Sosrokartono, Tirto Adhi Suryo, Dewi Sartika, Kartini, hingga mereka yang turut hadir di Jalan Kramat 106 pada 28 Oktober 1928 dan mengikrarkan sumpah, sumpah pemuda: Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Bagi saya, sumpah pemuda ini, bukan sekedar ikrar kalimat per kalimat, melainkan berisi suatu tata nilai perubahan; berani berpindah dari titik keterikatan menuju kebebasan yang akhirnya disebut kemerdekaan. Sebab, jika sumpah ha

Lasem, Hadiah Istimewa Tuhan untuk Bangsa

Ditulis sebagai refleksi pasca menyelesaikan kegiatan belajar keberagaman “Lasem Pluralism Trail 2017” 12–15 Oktober 2017. Setiap manusia mungkin saja punya cita-cita tentang konsep masyarakat ideal, tentang bagaimana seharusnya masyarakat hidup berdampingan satu sama lain dan tentang bagaimana keadilan dapat betul betul bermakna hingga mengejawantah dalam kehidupan. Dalam hidup, manusia bebas memilih apapun. Menjadi baik, menjadi jahat, atau tetap bertahan dalam kepura-puraan. Kehidupan selalu mengandung pilihan-pilihan abstrak yang bahkan tak dimengerti siapapun. Dalam melanjutkan hidupnya, pilihan-pilihan tersebut tak pelak dipengaruhi faktor-faktor tertentu dari luar diri manusia sendiri. Dan dalam bertahan hidup, banyak permasalahan-permasalahan yang mesti dihadapi. Tak jarang, banyak manusia tak mampu memecahkan masalahnya. Tak jarang pula, pemecahan masalah-masalah ternyata hanya berupa pergeseran untuk menemui masalah-masalah selanjutnya. Manusia terbiasa berpikir untuk meme

Pewaris Absah Intelektual Cak Nur

Bangsa besar ini diberkahi Tuhan dengan 17 maret tahun 1939. Hari itu adalah hari kelahiran Nurcholis Madjid (Cak Nur) yang berhasil “memodern”kan Islam Indonesia. Kelahiran Cak Nur menjadi bukti absah bahwa nikmat Tuhan manalagi yang harus kita dustakan. Andaikan saja tidak ada Cak Nur sebagai pendobrak dan pembuka pintu ijtihad, kebebasan literasi dan wacana keilmuan khususnya dalam Islam belum tentu terbuka lebar seperti sekarang ini. Tanpa Cak Nur, bisa saja golongan radikal yang dikhawatirkan saat ini sudah lebih dulu menguasai Indonesia. Maka bila masih ada segelintir orang yang nyinyir tentang Tokoh besar simbol pembaharu Islam itu bisa diduga mereka buta huruf sehingga tidak mau membaca sumber-sumber yang sudah tersedia. Cak Nur lahir dari orangtua yang kental dengan Agama. Besar di dunia Pesantren di bawah asuhan para Kyai-Kyai besar. Gelisahnya bertumbuh jadi semangat bertarung melawan kejumudan, yang menindas agama dan bangsanya seenak jidat. Usia belasan tahun Cak Nur  ha

Haruskah HMI Bubar?

Hari ini, 5 Februari 2017, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) menginjak usia ke-70 tahun. Maka, menjadi sah bila berdirinya salah satu organisasi mahasiswa tertua di Indonesia ini laik dijadikan momen sejarah bangsa. Pada awal kemerdekaan, HMI merupakan wadah para mahasiswa yang berada di garis terdepan demi mempertahankan kemerdekaan. Pada saat itulah perhatian seluruh lapisan masyarakat mulai terfokus pada organisasi gagah yang bernama HMI. Praktis, pada saat Orde Baru berkuasa, HMI menjadi sangat berjaya. HMI menjadi organisasi hidup dengan kader-kader militan, meski tanpa dukungan dana melimpah dari para seniornya. Pendiri HMI, Lafran Pane, mungkin juga tidak akan menduga bahwa HMI suatu saat di masa Orde Baru akan melahirkan pemikir besar yang berhasil membuka pintu pembaharuan di Indonesia. Sosok yang bernama Nurcholish Madjid atau lazim dikenal sebagai Cak Nur. Pada tataran lingkungan akademis, siapa yang tidak mengenal Cak Nur sebagai tokoh pembuka pintu ijtihad di I

Tindak Tegas Pelaku Hate Speech

Pernahkah Anda bayangkan bila seluruh pendukung calon gubernur DKI Jakarta yaitu Agus, Ahok, dan Anis dikumpulkan di satu tempat? Apa yang akan terjadi? Apakah mereka akan bertempur seperti di media sosial? Saya yakin mereka akan rukun-rukun saja bila bertatap muka.   Kalaupun ada gesekan, dipastikan tidak sekeras dan seganas seperti di media sosial. Informasi tentang Ahok sebagai penista agama memang bisa begitu populer, tapi belum tentu hal itu benar. Begitu pun sebaliknya. Jumlah orang yang mengatakan Ahok adalah penista agama tidak jauh beda dengan jumlah orang yang mengatakan tidak. Lalu, mana yang benar dan siapa yang tidak? Pergulatan mencari kebenaran soal Ahok ini semakin terdistorsi oleh sikap keberpihakan politik.   Hal ini mempertontonkan realitas yang buram dan pertarungan persepsilah yang menguak. Itulah sebabnya Ahok terus dihina, dicaci, dan ”di-bully” di media sosial, tak peduli apa yang sudah dilakukannya. Bagaimanapun ia meminta maaf dan meneteskan air mata d