Langsung ke konten utama

Cahaya Gerhana


Seperti gerhana matahri
Cahayamu semakin pekat
Meski tertutupi oleh sang bulan
Menusuk cepat ke sanubari
Persembunyian hati yang kokoh



Biarkan saja bulan menutupi kita
Karna cahayamu masih selalu menghidupiku




Kost semanggi, 09-03-2016, 07.18 wib

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sekali Lagi Tentang Ruang dan Tuhan yang Sebenarnya

“Ruang adalah Tuhan yang Sebenarnya”   merupakan tulisan pertama saya di Qureta. sebuah tulisan yang sebenarnya merupakan hasil perenungan kawan-kawan diskusi saya di PIUSH. Entah apa yang menarik dari tulisan tersebut, saya tidak mengerti. Namun yang patut disyukuri dengan segelas kopi ialah fakta bahwa tulisan tersebut dibaca, dipahami, hingga kemudian ditanggapi dengan baik. Saya ucapkan terimakasih. Terlebih dahulu saya memohon kepada Tuhan yang Maha Entah (YME) agar diberi petunjuk sehingga usaha ini setidaknya dapat menjadi jawaban atas kekurangan-kekurangan pada tulisan sebelumnya. Semoga Tuhan yang menjadi inti “permasalahan” kita ini memberi taufik serta hidayahnya kepada kita semua. Sekiranya telah tertera sebelumnya bahwa, Ruang yang saya maksud bukanlah ruang pada pengertian umumnya seperti ruang makan, ruang tamu, kamar dll. Namun, Ruang yang saya sebut sebagai Ruang Kosong itu adalah ruang sebagai Genus   (جنس)  diantara segala hal. Ruang yang mewadahi materi da

Masih Tentang Ruang dan Tuhan yang Sebenarnya

Beberapa teman minggu ini seringkali menghubungi saya terkait tulisan saya tentang Ruang yang menurut saya adalah Tuhan yang sebenarnya. Teman-teman saya tersebut, seolah menuntut dan menanti jawaban saya perihal tulisan tersebut. Mungkin emosi teman-teman sudah campur aduk tak karuan, karena sudah lama menunggu jawaban kepastian dari saya sampai lumut tumbuh di dinding waktu.  Kepedean  saya bukan tanpa alasan sebab tulisan saya tersebut, beberapa kali menjadi obrolan hangat di qureta melalui tanggapan-tanggapan yang baik dari teman-teman penulis. Melihat semua tanggapan teman-teman, jujur saja perasaan saya pun bercampur aduk; antara senang dan gelisah. Senang sebab artinya tulisan saya dibaca, dipahami dan ditanggapi. Saya berada di level tertinggi kebahagiaan ketika saya melihat ternyata masih ada kawan-kawan yang rela menghabiskan waktu dan tenaganya untuk membela saya. Apalagi ketika abang Ramdhany dalam Subjudul tulisannya secara jelas menuliskan “tanggapan atas problem

Imlek Aman Indonesia Damai

Suasana kehidupan masyarakat Indonesia pada masa hari raya Imlek tahun ke 2017 (menurut perhitungan kalender Masehi) sedang dirundung awan kelabu akibat ada pihak-pihak yang menganggap intoleransi ras, agama dan golongan sedang mengoyak-oyak Bhinneka Tunggal Ika demi menggusur Pancasila sebagai landasan negara dan bangsa Indonesia dari bumi Indonesia. Tudingan rasisme merajalela seolah bangsa Indonesia memang bangsa rasis bahkan masih ditambah dengan penindas minoritas. Umat Islam yang memang de facto mayoritas disebut sebagai kaum radikal yang memusuhi umat agama yang kebetulan minoritas di Indonesia. Keyakinan seorang Donald Trump yang fundamentalis gemar menista umat Islam dengan predikat teroris radikal tampaknya juga mewabah di masyarakat Indonesia. Suasana aman, damai dan tenteram dirusak oleh perangai saling curiga, saling benci, saling fitnah bahkan ditambah sepak-terjang saling lapor ke Barekrim, KPK bahkan KPU.  Pilkada 2017 dicemari wabah kampanye hitam yang m