Langsung ke konten utama

Kala Kemajuan Mulai Membunuh

Dimuat di Palapanews
awal dua dasawarsa terakhir abad kedua puluh, manusia menemukan dirinya berada dalam suatu krisis global yang serius, yaitu suatu krisis kompleks dan multidimensional yang segi-seginya menyentuh setiap aspek kehidupan kesehatan, mata pencaharian, kualitas lingkungan hidup, ekonomi, teknologi dan politik.
Krisis ini merupakan krisis dalam dimensi-dimensi intelektual, moral dan spiritual. Tentunya ini krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam catatan sejarah manusia. Untuk pertama kalinya, manusia dihadapkan pada ancaman kepunahan ras manusia yang nyata.
Awal tahun ini, dunia dihebohkan dengan nuklir, mulai dari tes nuklir Korea Utara, hingga yang paling baru mengenai perjanjian nuklir Iran.
Tak hanya itu, Fenomena terorisme belakangan oleh banyak kalangan pun disebut sebagai penyebab krisis dari aspek teknologi penghancur seperti senjata, bom dan nuklir. Namun, terorisme tersebut hanyalah secuil bukti dari ancaman teknologi penghancur yang dapat meluluh lantahkan dunia dalam sekejap. Negara-negara besar bahkan seluruh negara didunia ini sebenarnya jauh lebih memiliki potensi pemusnahan yang lebih besar dibanding ISIS atau terorisme lainnya. Setiap negara didunia ini telah menimbun puluhan ribu senjata nuklir.
Ancaman perang nuklir antar negara merupakan krisis terbesar yang dihadapi manusia saat ini. Setiap negara telah meningkatkan kekuatan militer dan dunia industri pun tengah sibuk membangun pembangkit-pembangkit tenaga nuklir. Anehnya hal ini justru dipuji sebagai sesuatu yang maju dan berperadaban. Buktinya, negara-negara besar dengan bangganya acapkali melakukan perlombaan-perlombaan senjata pemusnah tersebut.
Pada tahun 1978 saja, militer dunia itu telah mengeluarkan dana yang terbilang fantastis. Lebih dari satu miliar dolar setiap harinya dirogohkan demi membangun suatu teknologi bernama senjata. Parahnya lagi, Lebih dari seratus negara dunia (sebagian besar ASIA) rela mengeluarkan dana yang lebih besar untuk bisnis senjata dibanding dengan pendapatan nasionalnya dalam setahun.
Selengkapnya baca di sini:
http://palapanews.com/2016/03/15/kala-kemajuan-mulai-membunuh/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Penolakanmu dulu

Malam ini, malam yang begitu dingin, angin bertiup lembut, namun bau matahari masih begitu akrab pada jendela kamar. Melupakan kekecewaan pada secangkir kopi yang malah dirayakan semut. Tepat disamping gelas terdapat satu bungkus rokok lengkap dengan korek api kayu yang biasa kugunakan. Laptop dan buku-buku belum sedikitpun kusentuh padahal niatan awalku ialah membuat suatu artikel untuk kukirimkan ke media masa. Dari dalam, tampak didepan kost jalan masih basah dengan genangan air yang menyerbu langit sore tadi. Ntah karna cuaca yang sejuk atau apa, tiba-tiba lamunanku berubah menjadi melankolis. Pikiran itu menyerang dan menusuk hati hingga membuatku menarik nafas panjang dan memejamkan mata. Wajah itu.. dengan jilbab yang menutupi rambut, mata yang tajam, kedua pipinya penuh, yang jika dipandang dari dekat maka akan tampak sosok gabungan antara Dian Sastro dan Nabilah jkt48 (oke sipp, ini lebayy). Aku masih ingat, disebuah acara OPAK, Tuhan berhasil mempertemukanku d...

Pesantren Bukan Sarang Teroris

Dicetak di koran Republika edisi 21-januari-2016 : Indonesia kembali berhadapan dengan aksi teror bom di Jalan Thamrin. Berbagai macam persepsi bermunculan, salah satunya stigma bahwa pesantren sarang teroris karena pelaku teror salah satu "alumni" pesantren. Tentu, stigma ini hanyalah berita suram yang tanpa didasari kenyataan. Kalaupun pelaku teror itu pernah nyantri, sudah pasti bukan pesantren yang menjadikannya demikian. Sebab, pesantren tak pernah mengajarkan kurikulum yang berlawanan dengan negara. Pendidikan pesantren tak jauh berbeda dengan sekolah umum, yakni untuk mencerdaskan bangsa. Bahkan, pesantren memiliki kelebihan serta ciri khas tersendiri dari aspek keilmuan maupun perilaku individu dan sosialnya. Pertama, setiap santri selalu diarahkan untuk tidak mahir dalam wilayah pikiran semata, tapi agar mendapat ilmu yang berkah. Keberkahan inilah yang menjadi ciri utama etos keilmuan pesantren. Suatu kemustahilan bila pelaku teror dengan segala kejahatan dan peni...

Kesimpulanku

Kata ini bukan sebuah puisi Bukan prosa Bukan pula kata-kata indah yang menyentuh hati Kata ini hanya perwakilan rasa Tentang bagaimana indahnya mencinta Tetapi... Telah kukerahkan seluruh waktuku Keperas seluruh isi kepalaku Namun tak dapat kutemui kata yang mewakili Kesimpulanku.... Cinta tak dapat dinodai oleh kata.. Itu, dari sisi kata Dari sisi individu  aku bukanlah siapa-siapa Aku tak dapat seperti Rumi, Gibran dan Milan Kundera Tetapi kesimpulanku... Apalah artinya semua itu  jika garis senyum saja sudah begitu puitis bagiku.. dibacakan di Aula Insan Cita (AIC) 01-10-2015