Kebanyakan manusia umumnya
memahami dan mengenal Tuhan sebagai sosok. Sosok yang dapat mengatur kehidupan.
Sosok yang memiliki kekuatan melebihi dari apa dan siapapun. Dengan
kehendaknya, apa yang mustahil, bahkan tidak terpikirkan sekalipun oleh manusia,
dapat terjadi dengan hanya menyebut “kun”.
Dari sudut pandang psikologi
agama, hal demikian bukanlah permasalahan substansial yang
berarti. Mengingat corak pikir manusia memang demikian adanya. Namun dari
sudut pandang itu pula kita mengetahui bahwa seiring pertumbuhan usia manusia
menjadi lebih dewasa, dalam pencariannya manusia mulai akan kembali
mempertanyakan sistem kebertuhanan yang selama ini dijalani.
Di sinilah kebanyakan manusia
menemukan pengenalan dan pemahamannya akan Tuhan. Dari yang sebelumnya selalu
menggambarkan Tuhan sebagai wujud sosok yang berkekuatan dahsyat, menjadi lebih
rasional sesuai dengan ilmu pengetahuan yang diperolehnya.
Sekiranya, ada banyak jalan untuk
mengenal Tuhan seperti jalan Fiqih, Tasawuf dan Filsafat. Dan salah satu jalan
yang banyak menarik perhatian kalangan ilmuwan (ulama) adalah dari sudut
pandang fisika atau filsafat Alam.
Marilah kita mulai dengan suatu
proposisi yang tidak tergoyahkan, bahwa setiap apapun di alam semesta ini
terdiri dari empat unsur: air, udara, tanah, api. Ruang adalah wadah dari
empat unsur ini. Udara adalah elemen, bukan ruang kosong. Bagi manusia
umunya mungkin kosong, tetapi eksistensinya tetap ada. Hanya tingkat kepadatan
molekul yang beda.
Tanpa adanya ruang,
keempat unsur atau anasir ini tidak bisa ada. Artinya, unsur ruang adalah yang utama. Jika
banyak orang mengatakan Tuhan adalah awal segalanya, berarti Dia adalah ruang
itu sendiri. Kemudian terjadilah unsur lainnya. Karena unsur lainnya tidak
berdiri sendiri. Air misalnya.
Dari unsur kimia, air terdiri
dari O2 dan Hidrogen/H. Namun elemen air tidak bisa mewujud jadi air tanpa
kehadiran unsur ke-3. Dalam hal ini disebut sebagai energi listrik.
Energi adalah sesuatu yang
dibutuhkan dalam semua pembentukan benda di bumi. Pada awalnya, saya
berpendapat bahwa Energi adalah pembentuk semesta.
Tetapi hal
tersebut dipatahkan melalui pertanyaan: dapatkah suatu energi berdiri
sendiri tanpa adanya ruang? Tidak Mungkin. Inilah, renungan saya yang mengarah
pada pandangan: Tuhan yang kita sebutkan itu kemungkinan besar adalah
ruang itu sendiri.
Sebelumnya, terlebih dahulu harus
dipahami bahwa segala sesuatu membutuhkan hal yang bernama Ruang. Tanpa ada
ruang terlebih dahulu, apakah mungkin bumi/tanah, udara, air, dan api bisa
eksis?
Setelah ruang eksis, baru
terbentuk udara atau gas. Bermacam gas yang ada di alam semesta. Tergantung
berat molekulnya. Semakin berat jenisnya, semakin dekat ke bumi. Adanya
udara atau gas membentuk bumi, air, api. Yang menjadi pertanyaan
selanjutnya: "Apakah air ada terlebih dahulu daripada bumi?"
Bukankah air terjadi dari O2 dan
Hidrogen?
Jika mengamati kejadian bumi,
sebagaimana teori yang paling kuat mengenai penciptaan bumi, dijelaskan bahwa
gas panas berputar selama sekian tahun, hingga kemudian memadat. Terjadilah
bumi. Sederhananya begitu.
Gas atau udara adalah elemen
dasar dari bumi, air, dan api. Sedangkan gas oksigen hidrogen dan lainnya terbentuk dari
ruang, atau sebut saja Ruang Kosong (tanpa adanya materi dan bentuk
sebelumnya). Kemudian, ruang kosong tidak bisa tidak harus melampaui, meliputi
dan menyeluruh terhadap segala energi atau segala yang ada.
Sepertinya, itulah yang selama
ini disebut olah manusia sebagai Tuhan. Energi yang juga ruang itu sendiri.
Atau sebut saja sebagai hal yang Maha Energi.
Inilah sebabnya tubuh manusia
atau benda lainnya terdiri dari sel atau molekul. Dan dari pengamatan
mikroskop, di antara sel satu dengan lainnya terdapat ruang kosong.
Adanya ruang kosong inilah yang membuat tubuh ini hidup dan berproses. Maka,
hal ini pun membenarkan bahwa Tuhan (ruang kosong) lebih dekat daripada urat
nadi kita sendiri.
Tidak ada satu pun benda
masif atau padat utuh. Semua benda pasti ada ruang kosongnya. Ruang kosong
inilah Tuhan yang memungkinkan terjadinya perubahan. Ruang kosong ini adalah
sumber energi yang tidak terbatas. Bahkan, menurut Fitchrof Capra, apabila
suatu gunung diremuk atau dipadatkan, maka besarnya hanya sekitar sebesar suatu
bola.
Tak hanya itu, teori yang
berkembang mengenai Atom juga membenarkan hal ini. Atom adalah molekul terkecil
yang ternyata masih bisa dibagi-bagi kembali menjadi “neutron” elektron” dan
“proton”. Jarak antara ketiga hal ini yang juga merupakan ruang kosong.
Apabila demikian, teori ini juga
membenarkan paham-paham ketuhanan yang ada dan berkembang hingga sekarang
(bukan malah menegasikannya). Seperti paham Pantheisme atau wahdatul
wujud yang sederhanya
mengatakan bahwa di mana ada materi di situlah Tuhan. Dalam hal ini karena
Tuhan adalah Ruang itu sendiri.
Hal
yang perlu ditekankan bahwa pemahaman ini jauh berbeda dengan Meterialisme.
Sebab, Ruang dan Materi adalah hal yang berbeda. Justru materi itulah yang
menempati Ruang sebagaimana dijelaskan di atas.
Bukankah ke-tiada-an itu adalah
suatu ke ber-ada-an. Dari tiada bisa muncul ada. Dan pada akhirnya kembali ke
tiada. Demikianlah ruang kosong itu.
Tak hanya itu, sejauh ini Ruang
kosong memiliki kesamaan dengan ciri Tuhan yang selama ini sering
didengar: Satu, Tetap dan melampaui segala hal.
Semua berasal dari Dia, diolah di pikiran untuk dijadikan
bahan renungan dan Dia juga yang tahu. Mari kita bingung bersama.
Komentar
Posting Komentar