Langsung ke konten utama

Curhat Terbuka untuk Rektor UIN Jakarta

Dimuat di Mahasiswabicara.com :



Dear pak Rektor UIN Jakarta, Prof Dede Rosyada
Assalamualaikum pak..
Gimana kabarnya? Semoga bapak selalu dalam kondisi sehat wal afiat.
Sebelumnya perkenankan saya untuk terlebih dahulu mengenalkan diri. Saya Dedy Ibmar pak, mahasiswa Aqidah Filsafat UIN Syarif Hidayatullah yang bapak komandoi itu.
Sekadar bapak cuktau (cukup tau) saya ini mahasiswa pengagum setia bapak. Bukan tanpa sebab pak, saya melihat dalam diri bapak tercermin nilai-nilai filosofis serta idealisme yang tinggi dibanding rektor-rektor lain seantero nusantara.
Pertama begini pak, saya kira bapak adalah salah satu Rektor penganut eksistensialisme Sartre. Di saat rektor-rektor sebelum bapak seperti Azyumardi Azra dan Komaruddin Hidayat dianggap sebagai cendikiwan muslim yang tulisan-tulisannya tersebar keberbagai media cetak, bapak memilih untuk berbeda dari mereka.
Saya tahu bahwa bapak bukannya tidak bisa menulis atau berceramah dilayar-layar TV, melainkan bapak memilih untuk keluar dari zona mainstream yang selalu melekat pada diri seorang Rektor UIN Syarif Hidayatullah Ciputat Jakarta...


Selengkapnya baca di sini...

http://mahasiswabicara.com/kabar/kampusiana/curhat-terbuka-untuk-rektor-uin-jakarta/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Penolakanmu dulu

Malam ini, malam yang begitu dingin, angin bertiup lembut, namun bau matahari masih begitu akrab pada jendela kamar. Melupakan kekecewaan pada secangkir kopi yang malah dirayakan semut. Tepat disamping gelas terdapat satu bungkus rokok lengkap dengan korek api kayu yang biasa kugunakan. Laptop dan buku-buku belum sedikitpun kusentuh padahal niatan awalku ialah membuat suatu artikel untuk kukirimkan ke media masa. Dari dalam, tampak didepan kost jalan masih basah dengan genangan air yang menyerbu langit sore tadi. Ntah karna cuaca yang sejuk atau apa, tiba-tiba lamunanku berubah menjadi melankolis. Pikiran itu menyerang dan menusuk hati hingga membuatku menarik nafas panjang dan memejamkan mata. Wajah itu.. dengan jilbab yang menutupi rambut, mata yang tajam, kedua pipinya penuh, yang jika dipandang dari dekat maka akan tampak sosok gabungan antara Dian Sastro dan Nabilah jkt48 (oke sipp, ini lebayy). Aku masih ingat, disebuah acara OPAK, Tuhan berhasil mempertemukanku d...

Pesantren Bukan Sarang Teroris

Dicetak di koran Republika edisi 21-januari-2016 : Indonesia kembali berhadapan dengan aksi teror bom di Jalan Thamrin. Berbagai macam persepsi bermunculan, salah satunya stigma bahwa pesantren sarang teroris karena pelaku teror salah satu "alumni" pesantren. Tentu, stigma ini hanyalah berita suram yang tanpa didasari kenyataan. Kalaupun pelaku teror itu pernah nyantri, sudah pasti bukan pesantren yang menjadikannya demikian. Sebab, pesantren tak pernah mengajarkan kurikulum yang berlawanan dengan negara. Pendidikan pesantren tak jauh berbeda dengan sekolah umum, yakni untuk mencerdaskan bangsa. Bahkan, pesantren memiliki kelebihan serta ciri khas tersendiri dari aspek keilmuan maupun perilaku individu dan sosialnya. Pertama, setiap santri selalu diarahkan untuk tidak mahir dalam wilayah pikiran semata, tapi agar mendapat ilmu yang berkah. Keberkahan inilah yang menjadi ciri utama etos keilmuan pesantren. Suatu kemustahilan bila pelaku teror dengan segala kejahatan dan peni...

Kesimpulanku

Kata ini bukan sebuah puisi Bukan prosa Bukan pula kata-kata indah yang menyentuh hati Kata ini hanya perwakilan rasa Tentang bagaimana indahnya mencinta Tetapi... Telah kukerahkan seluruh waktuku Keperas seluruh isi kepalaku Namun tak dapat kutemui kata yang mewakili Kesimpulanku.... Cinta tak dapat dinodai oleh kata.. Itu, dari sisi kata Dari sisi individu  aku bukanlah siapa-siapa Aku tak dapat seperti Rumi, Gibran dan Milan Kundera Tetapi kesimpulanku... Apalah artinya semua itu  jika garis senyum saja sudah begitu puitis bagiku.. dibacakan di Aula Insan Cita (AIC) 01-10-2015