Langsung ke konten utama

Izinkan Saya Merokok di Kampus Pak Rektor

Dimuat di Mahasiswabicara.com :

Selamat pagi, Pak Rektor UIN Jakarta Dede Rosyada yang sehat sentosa dan terbebas dari asap rokok.
Saya nggak perlu berkenalan lagi ya pak. Bapak hanya harus tahu kalau saya ini pengagum bapak, titik. Jujur saja ini masalah yang dari dulu ingin saya sampaikan, khususnya soal larangan merokok di kampus bapak.
Saya mengagumi betul kampanya-kampanye anti rokok yang bertebaran di kampus. Banner anti rokok yang ada di setiap fakultas itu begitu menggugah dan penuh motivasi sehingga membuat saya selalu merasa super tiap bangun pagi.
Tapi entah mengapa melihat larangan-larangan merokok di wilayah kampus itu, beberapa kali mengganjal di lubuk hati saya yang paling dalam, Pak. Terutama soal denda 50 ribunya. Saya tidak menemukan adanya alasan-alasan kuat mengapa merokok dilarang di kampus. Justru saya melihat hal-hal positif andai saja merokok dihalalkan di UIN Syarif Hidayatullah.
Jadi begini Pak Dede yang paru-parunya bersih dan jantungnya kuat. Merokok memang kebanyakan bikin sampah. Puntung rokok saya akui berserakan di mana-mana. Namun, jika alasan pada tataran kebersihan, jika pihak kampus konsisten dengan alasan ini maka bukan merokok saja yang harus dilarang, melainkan juga cemilan serta hal-hal lain yang berpotensi menjadi sampah.
Seharusnya, aturan larangan bukan pada rokoknya, tapi pada membuang sampah yang tidak pada tempatnya. Aduh.. logika para pejabat kampus ini, pernah ngaji mantik nggak sihhh?
Pak Dede yang baik dan tidak menghamburkan uang hanya untuk beli rokok. Saya akui banyak dede-dede mahasiswi unyu yang suka terganggu akibat hamparan asap rokok. Segala hal yang mengganggu ketenteraman mahasiswi pasti saya dukung seribu persen untuk dihukum. Namun, saya juga dilematis di sini. Sebab, bagi perokok yang mengganggu ketenteraman itu justru mereka yang tidak merokok.

Selengkapnya baca di sini...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Penolakanmu dulu

Malam ini, malam yang begitu dingin, angin bertiup lembut, namun bau matahari masih begitu akrab pada jendela kamar. Melupakan kekecewaan pada secangkir kopi yang malah dirayakan semut. Tepat disamping gelas terdapat satu bungkus rokok lengkap dengan korek api kayu yang biasa kugunakan. Laptop dan buku-buku belum sedikitpun kusentuh padahal niatan awalku ialah membuat suatu artikel untuk kukirimkan ke media masa. Dari dalam, tampak didepan kost jalan masih basah dengan genangan air yang menyerbu langit sore tadi. Ntah karna cuaca yang sejuk atau apa, tiba-tiba lamunanku berubah menjadi melankolis. Pikiran itu menyerang dan menusuk hati hingga membuatku menarik nafas panjang dan memejamkan mata. Wajah itu.. dengan jilbab yang menutupi rambut, mata yang tajam, kedua pipinya penuh, yang jika dipandang dari dekat maka akan tampak sosok gabungan antara Dian Sastro dan Nabilah jkt48 (oke sipp, ini lebayy). Aku masih ingat, disebuah acara OPAK, Tuhan berhasil mempertemukanku d...

Pesantren Bukan Sarang Teroris

Dicetak di koran Republika edisi 21-januari-2016 : Indonesia kembali berhadapan dengan aksi teror bom di Jalan Thamrin. Berbagai macam persepsi bermunculan, salah satunya stigma bahwa pesantren sarang teroris karena pelaku teror salah satu "alumni" pesantren. Tentu, stigma ini hanyalah berita suram yang tanpa didasari kenyataan. Kalaupun pelaku teror itu pernah nyantri, sudah pasti bukan pesantren yang menjadikannya demikian. Sebab, pesantren tak pernah mengajarkan kurikulum yang berlawanan dengan negara. Pendidikan pesantren tak jauh berbeda dengan sekolah umum, yakni untuk mencerdaskan bangsa. Bahkan, pesantren memiliki kelebihan serta ciri khas tersendiri dari aspek keilmuan maupun perilaku individu dan sosialnya. Pertama, setiap santri selalu diarahkan untuk tidak mahir dalam wilayah pikiran semata, tapi agar mendapat ilmu yang berkah. Keberkahan inilah yang menjadi ciri utama etos keilmuan pesantren. Suatu kemustahilan bila pelaku teror dengan segala kejahatan dan peni...

Kesimpulanku

Kata ini bukan sebuah puisi Bukan prosa Bukan pula kata-kata indah yang menyentuh hati Kata ini hanya perwakilan rasa Tentang bagaimana indahnya mencinta Tetapi... Telah kukerahkan seluruh waktuku Keperas seluruh isi kepalaku Namun tak dapat kutemui kata yang mewakili Kesimpulanku.... Cinta tak dapat dinodai oleh kata.. Itu, dari sisi kata Dari sisi individu  aku bukanlah siapa-siapa Aku tak dapat seperti Rumi, Gibran dan Milan Kundera Tetapi kesimpulanku... Apalah artinya semua itu  jika garis senyum saja sudah begitu puitis bagiku.. dibacakan di Aula Insan Cita (AIC) 01-10-2015