Langsung ke konten utama

Saat Aku Menyatakan Cinta **



Aku jatuh cinta.. Aku benar-benar yakin ini cinta... Cinta sejatiku. Semua sudah kupersiapkan. Tempat, waktu, mental, dan kehadiranmu. Ya, kita telah membuat janji untuk bertemu di sekretariat organisasi tempat biasa kota bertemu. Tentu ini bukan pertemuan untuk rapat atau diskusi. Ini janji bertemu berdua, antara kamu dan aku.
Ya, dalam pertemuan ini aku berencana untuk mengungkapkan sesuatu yang sangat penting. Ini adalah tentang perasaan seorang laki-laki terhadap perempuan. Sesuatu yang membuatku mempersiapkan mentalku sedemikian rupa hanya untuk bicara padamu. Ya, aku akan mengatakan cinta kepadamu.
Kita sudah berhubungan dekat selama setahun terakhir. Sedari masuk kuliah, kita aktif dalam kegiatan organisasi kampus. Karena aktivitas ini, kita jadi sering bertemu dalam kegiatan-kegiatan organisasi. Meski aku sebagai kakak kelas alias senior, kita kerap adu mulut. Mulai adu mulut dalam rapat, acara, sampai pelatihan-pelatihan organisasi. Ya, rekan-rekan melihat kita seperti anjing dan kucing.
Namun diluar itu, interaksi kamu dan aku semakin intens. Setiap hari kita selalu bertemu, berbicara, dan tersenyum. Di pagi hari aku selalu duduk menunggumu datang ke kampus, menunggumu dengan menahan kantuk, mengantarmu sampai kelas, lalu kemudian aku pulang untuk tidur. Kita tak pernah banyak bicara, hanya berjalan beriringan menuju kelas, dan selalu seperti itu setiap harinya.
Tapi aku tahu, mungkin kamu pun tahu, perasaan kita terhubung. Aku tak tahu kenapa juga bagaimana. Tapi aku tahu itu.  Entah sejak kapan ini terjadi, aku tak mau memusingkannya. Aku hanya mau menerima perasaan ini, dan menjalani semuanya denganmu. Hanya denganmu. Dan aku begitu bahagia ketika aku menjadi orang pertama yang kau hubungi ketika kamu sulit. Kamu langsung mengingat namaku.
Karna itulah aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan yang seperti ini. Hubungan menggantung diantara kita, hubungan yang tak pasti. Dalam hal percintaan sungguh aku tak bisa meyakini bahwa "ketidakjelasan merupakan hal yang baik". Karena itu aku memilih untuk menghadapimu secara langsung, mengatakan perasaan dan isi hatiku. Dan kali ini kupastikan akan berhasil, tak seperti sebelum-sebelumnya.
Sebelumnya, aku harus minta maaf. Seperti yang sudah-sudah, aku selalu gagap dihadapanmu. Aku benar-benar tak mampu menatap matamu. Jujur, Aku biasa berbicara didepan seribu orang namun itu tidak berlaku lagi ketika denganmu. Kamu selalu terlihat seperti sesuatu yang tak tersentuh olehku, dan aku selalu diam dihadapmu. Tapi kali ini aku sudah benar-benar mempersiapkan mentalku. Aku akan katakan semuanya padamu besok. Aku janji.
***
Pada hari dan waktu kita berjanji, aku sudah menunggumu. Aku datang 20 menit sebelum waktu kita bertemu. Aku akan mempersiapkan mentalku lagi, begitu pikirku sambil menunggumu datang. Kali ini aku berjanji, takkan melakukan hal bodoh lagi seperti sebelumnya. Tenang saja, kali ini aku siap.
Aku duduk di ruang depan sekretariat, tempat kita akan bertemu. Aku memilih tempat itu karena itu tempat yang sepi, teman-teman takkan kemari disaat hari menjelang magrib seperti ini. Dan aku memilih waktu ini karena aku sangat suka senja. Waktu yang tepat untuk mencinta.
Sesaat termenung, kamu sudah ada dihadapanku. Deg, jantungku berdebar hanya dengan melihatmu, aku tak tahu apa yang terjadi jika aku nyatakan perasaanku. Tapi aku sudah memutuskan untuk menghadapimu, persetan dengan urusan lain. Dan kamu pun, duh, cantik sekali sore itu. Benar-benar perpaduan yang baik antara senja dan kamu.
“Kamu mau ngomong apa? Nanti kaya dulu-dulu lagi.”
Serangan mendadak, aku harus bisa menghadapinya.
“Nggak kok, aku Cuma mau kasih kejutan buat kamu.” Jawabku sambil tersenyum.
Ia hanya diam. Langsung saja ku genggam tangannya dan membalas dengan serangan kilat.
“Maaf ya kalau selama ini aku sering gangguin kamu. Dan makasih selama ini kamu udah bersedia nemenin hidup aku. Tapi itu nggak cukup buat aku. Aku memang bukan laki-laki yang selalu mengirimkan pesan cinta ke kamu. Aku juga jarang menanyakan kabar kamu.”
“Tapi aku mau jadi laki-laki yang dampingin hidup kamu. Aku mau jadi laki-laki yang menemani kamu ketika kamu lelah, dan jadi laki-laki yang bisa nenangin kamu yang suka emosian. Kamu mau nggak jadi pacar aku?”
Ketika ia diam, aku melanjutkan "tapi ingat, aku ga bakalan pernah memaksa. Semua ini hak dan pilihan kmu. Begitupun sebaliknya, kamu tidak boleh memaksa aku untuk tidak cinta sama kamu. Karna itu sudah jauh terlanjur".
Deg, ini saat yang menentukan. Dia masih diam. Aku nggak tahu apa yang ada di dalam pikirannya, dan aku nggak mau nebak-nebak. Aku mau nunggu dia menjawab isi hatiku. Aku akan terima apapun jawabannya. Lalu dia mulai membuka suara.
"Lu ngomong apaan sih! Jangan ngiggo! Bangun lu!”
Deg, terbangun. Nafasku tak beraturan. Didepan temanku masih ngomel-ngomel ketika nyawaku belum kembali sepenuhnya. Setelah agak sadar, baru aku tahu dia bicara apa. Begini kira-kira bunyinya.
“Bego, lu ngajakin orang ketemuan malah tidur. Dia ngebangunin lu dari tadi, lu nggak bangun-bangun. Tolol. Orangnya pulang sambil ngamuk-ngamuk noh.”
Dan aku pun hanya terdiam. Termenung melihat senja sambil meratapi perbuatan tolol ini.

*kisah nyata

 23-04-2016 Kost

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Penolakanmu dulu

Malam ini, malam yang begitu dingin, angin bertiup lembut, namun bau matahari masih begitu akrab pada jendela kamar. Melupakan kekecewaan pada secangkir kopi yang malah dirayakan semut. Tepat disamping gelas terdapat satu bungkus rokok lengkap dengan korek api kayu yang biasa kugunakan. Laptop dan buku-buku belum sedikitpun kusentuh padahal niatan awalku ialah membuat suatu artikel untuk kukirimkan ke media masa. Dari dalam, tampak didepan kost jalan masih basah dengan genangan air yang menyerbu langit sore tadi. Ntah karna cuaca yang sejuk atau apa, tiba-tiba lamunanku berubah menjadi melankolis. Pikiran itu menyerang dan menusuk hati hingga membuatku menarik nafas panjang dan memejamkan mata. Wajah itu.. dengan jilbab yang menutupi rambut, mata yang tajam, kedua pipinya penuh, yang jika dipandang dari dekat maka akan tampak sosok gabungan antara Dian Sastro dan Nabilah jkt48 (oke sipp, ini lebayy). Aku masih ingat, disebuah acara OPAK, Tuhan berhasil mempertemukanku d...

Pesantren Bukan Sarang Teroris

Dicetak di koran Republika edisi 21-januari-2016 : Indonesia kembali berhadapan dengan aksi teror bom di Jalan Thamrin. Berbagai macam persepsi bermunculan, salah satunya stigma bahwa pesantren sarang teroris karena pelaku teror salah satu "alumni" pesantren. Tentu, stigma ini hanyalah berita suram yang tanpa didasari kenyataan. Kalaupun pelaku teror itu pernah nyantri, sudah pasti bukan pesantren yang menjadikannya demikian. Sebab, pesantren tak pernah mengajarkan kurikulum yang berlawanan dengan negara. Pendidikan pesantren tak jauh berbeda dengan sekolah umum, yakni untuk mencerdaskan bangsa. Bahkan, pesantren memiliki kelebihan serta ciri khas tersendiri dari aspek keilmuan maupun perilaku individu dan sosialnya. Pertama, setiap santri selalu diarahkan untuk tidak mahir dalam wilayah pikiran semata, tapi agar mendapat ilmu yang berkah. Keberkahan inilah yang menjadi ciri utama etos keilmuan pesantren. Suatu kemustahilan bila pelaku teror dengan segala kejahatan dan peni...

Kesimpulanku

Kata ini bukan sebuah puisi Bukan prosa Bukan pula kata-kata indah yang menyentuh hati Kata ini hanya perwakilan rasa Tentang bagaimana indahnya mencinta Tetapi... Telah kukerahkan seluruh waktuku Keperas seluruh isi kepalaku Namun tak dapat kutemui kata yang mewakili Kesimpulanku.... Cinta tak dapat dinodai oleh kata.. Itu, dari sisi kata Dari sisi individu  aku bukanlah siapa-siapa Aku tak dapat seperti Rumi, Gibran dan Milan Kundera Tetapi kesimpulanku... Apalah artinya semua itu  jika garis senyum saja sudah begitu puitis bagiku.. dibacakan di Aula Insan Cita (AIC) 01-10-2015